Kepada Yth. Bapak Presiden SBY
di tempat
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam sejahtera Pak Presiden yang terhormat. Semoga bapak beserta keluarga baik-baik saja di Istana. Puji syukur Alhamdulillah jika surat ini berhasil sampai ke tangan bapak. Namun bila tidak sampai saya tetap mengucapkan Alhamdulillah, karena setidaknya saya bisa mengutarakan buah pikiran saya. Oke jadi langsung aja ya Pak.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam adalah doa. Benar kan Pak? Mungkin Bapak akan bertanya mengapa saya memberi salam 2 x ? Tentu saja untuk mendoakan bapak, benar tidak pak? Sebelumnya terima kasih bila bapak berkenan menjawab salam saya. Menjawab salam itu wajib kan pak? Sekarang mungkin bapak bingung apa maksud surat saya. Sebelum masuk ke inti permasalahan, bagaimana kalo bapak menjawab salam saya sekali lagi?
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Surat ini sebenarnya berisi sedikit curahan hati, dan masukan untuk bapak. Mungkin juga dapat meringankan derita bapak. Konyol memang bila seorang penguasa menderita. Sebelumnya saya juga tidak percaya bila penguasa bisa menderita. Namun setelah melihat foto bapak sebelum dan sesudah menjadi presiden, saya dapat membayangkan seberapa besar beban yang bapak junjung selama masa jabatan bapak. Oke ga usa berbelit - belit lagi pak. Jujur saja ya pak. Saya menulis surat ini di Dolmen (tempat duduk - duduk dan tongkrong) di sekolah saya. Sambil mendengarkan merdunya bunyi pompa air sumur yang menjadi meja Dolmen. Mungkin bapak agak sulit membayangkan, bagaimana kalo kapan-kapan bapak ke sini?
Mohon maaf pak apabila apa yang telah saya utarakan di atas tidak penting. Saya hanya ingin mengutarakan apa yang ada di pikiran saya pak. Oke sekarang saya ingin mengajukan 1 pertanyaan pak. Mungkin pada prakteknya akan lebih. Kenapa sih gaji WAKIL RAKYAT itu besar? Maksud saya besar jumlahnya pak. Apakah 'wakil-wakil' itu gajinya emang besar? Bagaimana dengan wakil ketua kelas di kelas saya pak? Bahkan mungkin ketua kelas saya juga tidak digaji pak? Bagaimana dengan Wakil ketua RT/RW pak? Apakah karena jabatan mereka begitu remeh, sehingga tidak digaji pak? Mungkin pertanyaan saya bisa dengan gampang dijawab oleh pak presiden. Bagaimana kalo 1 pertanyaan lagi pak? Oh iya sepertinya bapak harus bernapas dulu karena repot membaca surat saya ini. Saya doakan lagi ya pak.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Apakah bapak 'IKHLAS' menjadi presiden? Ikhlas yang saya maksud itu tidak mengharapkan balasan pak. Murni untuk negeri pak. Ya mungkin tidak 100% tapi setidaknya bapak ikhlas kan? Saya percaya bapak ikhlas. Bagaimana dengan mentri-mentri bapak? Apakah mereka ikhlas menjadi mentri? Apakah mereka ikhlas bekerja untuk negeri? Bukan terpaksa karena bapak tunjuk atau hal lain? Saya juga percaya mereka tidak 100% ikhlas. Kembali lagi ke wakil rakyat pak. Mungkin bapak menduga saya akan menanyakan hal yang sama. Tapi apakah jawaban bapak dan saya akan sama? Kalo saya menjawab wakil rakyat tidak ikhlas pak dalam menjalankan tugasnya, bagaimana dengan jawaban bapak? Bagaimana tidak pak? Mereka diiming-imingi gaji besar dan fasilitas mewah. Siapa yang engga mau sih pak? (saya juga mau pak). Siapa juga yang mau mengurus negeri yang sudah carut marut ini tanpa diberi gaji besar dan fasilitas mewah? (saya juga tidak mau pak). Bagaimana kalo kita flashback ke jaman Nabi pak? Jaman Nabi Muhammad SAW. Pada saat itu pemerintahan dipimpin oleh Baginda Rasulullah SAW. Benar tidak pak? Walopun tidak hidup pada jaman itu tapi saya yakin pemerintahannya seperti bapak. Banyak pro kontra yang terjadi. Kembali ke wakil rakyat pak. Apakah mereka sama seperti wakil rakyat sekarang pak? Saya tidak berani menyamakan Nabi kita pak. Apakah mereka mendapat gaji? Apakah mereka mendapat fasilitas mewah? Setau saya tidak pak, mungkin ahli agama di pemerintahan lebih paham akan hal ini ya pak. Yang saya ambil dari flashback tadi adalah IKHLAS nya mereka pak. Walopun tidak digaji, tidak diberi fasilitas mewah, mereka tetap ikhlas pak dalam bekerja. Tetapi saya juga berpikir, misalnya cara ini diterapkan pasti tidak ada yang mau menjadi wakil rakyat ya pak. Jujur saja hati saya panas menggebu ketika mengetik bagian ini. Sekarang saya meminta pada bapak untuk membiarkan saya bernafas sejenak pak. Sekarang saya yang akan menjawab salam bapak.
Waalaikumsalam Warohmatullahi Wabarakatuh
Apakah bapak mengantuk ketika membaca surat saya? Semoga saja tidak ya pak. Kalopun mengantuk, sungguh itu nikmat Allah SWT kan pak? Guru saya sering bilang, bahwa ngantuk itu nikmat pak. Oleh karena itu janganlah tidur karena tidur menghilangkan nikmat kantuk. Jika apa yang dibilang guru saya itu benar, maka wakil rakyat itu sering tidak menikmati apa yang diberikan Allah SWT ya pak?
Saya pernah mendengar cerita di salah satu stasiun televisi dari istri bapak. Bahwa bapak hanya bisa tidur 2 jam sehari. Itu saja jarang terjadi. Benar tidak pak? Pasti bapak bertanya, bagaimana dengan saya sendiri? Saya dengan mantap akan menjawab, jikalau saya hanya tidur 2 jam tentu tidak sehat. Kelak bagaimana saya dapat menggantikan bapak-bapak terhormat disana tanpa tubuh sehat?
Kok bisa saya percaya apa yang diutarakan oleh istri bapak? Tentu saja bukan karena beliau istri orang no.1. Tapi saya percaya karena sekali lagi melihat wajah bapak sebelum dan sesudah menjadi presiden pak (dari kantung mata bapak). Mohon maaf bila saya sok tahu pak. Bagaimana dengan wakil saya pak? Wakil rakyat maksudnya. Saya tidak tahu berapa jam mereka tidur. Saya juga tidak mengamati wajah mereka sebelum dan sesudah mereka menjadi wakil rakyat (bisa muntah saya mengamati wajah mereka pak). Izinkan saya bertanya lagi pak. Kerja mereka selain nongol dan absen di gedung kehormatan itu apa sih pak? Apakah mereka macul di rumah? Apakah mereka menjadi kuli bangunan? Kok bisa sering sekali mereka tertangkap kamera ketika sedang rapat? *atau apapun itu pak. Bahkan banyak bangku kosong ketika rapat penting pak? Mending bangku tersebut untuk sekolah saya pak. Bangkunya sudah reyot!
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Menjawab salam itu wajib hukumnya pak, benar tidak? Tenang saja pak, sebentar lagi bapak tidak akan repot-repot menjawab salam saya. Karena sebentar lagi bapak akan melihat ujung surat saya pak. Selagi bapak bernafas lega, saya juga sedang berpikir pak. Dari dulu saya wakil rakyat minta naik gaji, benar tidak pak? Tentu saja rakyat langsung merespon keras, benar tidak pak? Sebenarnya apakah bapak-bapak yang di atas sana pernah berpikir untuk menuntut penurunan gaji pak? Bagaimana respon rakyat menurut bapak? Tentu saja rakyat mungkin akan merespon, "dasar wakil rakyat gendeng minta turun gaji!!". Itu hanya kemungkinan lho ya pak. Naik gaji salah, turun gaji juga salah. Memang repot pak. Tetapi hidup itu pilihan, benar tidak pak? Kalo saran saya sih ya pak, bagaimana jika gaji mereka dipotong pak? Ya tidak hanya wakil rakyat. Pokoknya bapak-bapak dan ibu-ibu yang di atas sana pak. Misalnya saja 1/4 dari total gaji masing-masing dari mereka pak. Kan lumayan pak. Bisa untuk dana membangun lapangan pekerjaan baru. Bisa untuk membangun rumah susun. Bisa untuk membantu anak-anak miskin. Bisa untuk membantu sekolah saya pak yang kekurangan lahan. Bisa juga menjadi cara untuk menguji rasa keikhlasan mereka dalam bekerja. Benar tidak pak? Daripada mereka kebanyakan uang pak? Malah untuk beli GalaxyTAB dan menonton yang tidak-tidak, bukannya itu dosa pak?
Mungkin bapak akan berpikir. Jaman nabi ya jaman nabi, jamannya saya ya saya. Ya silakan saja bapak berpikir seperti itu. Toh saya hanya sedikit berbagi cerita tentang flashback masa lalu. Memang ga mungkin sih pak mereka ga digaji, mereka kan butuh uang untuk membeli GalaxyTAB!
Jujur saja pak saya sudah capek. Capek duduk pak. Namun saya jadi mengerti penderitaan wakil rakyat di sana pak. Kalo begini caranya saya juga ga mau pak, kerja duduk lama tetapi tidak digaji. Resiko AMBEIEN pak!!
Demikian pak surat dari saya. Moga-moga surat ini bisa memberikan sedikit inspirasi untuk bapak. Sungguh saya sangat senang apabila surat ini dilirik oleh bapak. Saya juga senang dapat mengutarakan buah pikiran saya pak. Mohon maaf pak apabila bapak menjadi pusing atau nervous membaca surat saya. Akhir kata, mungkin ini salam terakhir saya pak.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Purwokerto, 27 April 2011
Tertanda,
Generasi Penerus Bapak